Ketika menulis tulisan ini, gue sambil dengerin lagunya Ebith Beat A Feat Alm. Kang Darso – “Dina Amparan Sajadah”. Gue orang Bogor dan asli Sunda. Jadi, gue nikmatin banget lagunya. Memang, pas denger lagunya gue berasa lagi ada di nikahan, tapi lagu ini ‘isi’ nya adalah relaksasi seorang Hamba Alloh yang ingin bertaubat. Jadi, kali ini gue pengen nulis tentang Relaksasi Musik dan Agama. Sambil memperhatikan ‘musim’nya lagu religi di Indonesia.
Izinkan gue bertanya. Seberapa besar kah kedekatannya seseorang dengan Tuhannya? Apakah melalui ibadahnya? Atau melalui perbuatannya yang selalu mengingat-Nya?. Wallahu ‘alamu bis showam.
Mencermati lagu-lagu religi yang ada di sekeliling, banyak di antaranya isi nya berupa do’a dan ajakan untuk berbuat kebaikan. Katakanlah dalam lagu “Dina Amparan Sajadah” yang di nyanyikan oleh Ebith Beat A feat Alm. Kang Darso. Isi lagunya adalah berupa do’a dari seorang hamba Alloh yang ingin bertaubat.
Do’a tersebut bisa di cermati dari penggalan lirik lagu dari Dina Amparan Sajadah:
“Insya Alloh ayeuna mah abdi tos kenging hidayah,
Mugiya abdi tiasa janten jalmi istiqomah,
Ngalereskeun laku lampah, sejak tobatan nasuha, Alhamdulillah,
Nyanggakeun tobat abdi, mugi janten tobat nu sajati,
Kurang lebih, artinya begini: Insya Alloh, sekarang saya, sudah dapat hidayah, semoga jadi orang yang istiqomah, sejak tobat, saya berusaha jadi orang yang ‘bener’, ngebenerin tingkah laku, Alhamdulillah. Terimalah tobat saya, semoga jadi tobat sebenar-benarnya tobat.
Sungguh terasa nikmat ketika mendengarkan lagu “Dina Amparan Sajadah” yang berisi lirik penuh do’a.
Namun, hal ini kadang menjadi sebuah ironi ketika dalam seketika gue berpikir dan bertanya-tanya, adakah sebuah orientasi yang berbeda didalam memaknai dan menyanyikan lagu religi?. Dan ini menjadi sebuah kegundahan hati seorang Rizky Muhammad Zein yang penuh tanda tanya. Bertanya, kenapa selalu menunggu momen untuk melakukan sesuatu? dan anehnya itu (maaf) ‘latah’.
Memperhatikan perkembangan industri musik di Indonesia, tidak munafik jikalau industri musik Indonesia memang ‘musiman’. Buktinya, bukan sekedar bukti juga sih, tapi memang fakta kalau industri musik memang dibentuk oleh pasar musik. Contoh, tren musik melayu, hampir semua acara musik menampilkan band-band melayu. Masanya boy/girl band tidak jauh beda dengan melayu. Duh, sedikit khawatir juga sih, masa bangsa gue jadi (maaf) ‘latah’.
Lagu religi ini bakal ada musimnya. Ya, memasuki bulan suci Romadhon mulai kembali marak dan serentak hampir setiap anak band/penyanyi yang (maaf) ‘latah’ berubah identitas menjadi anak band/penyanyi religius. Entah karena panggilan hati atau materi. Gue gak tahu. Hanya Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Hati.
Khawatir, pasti. Kecewa? TIDAK. Gue masih optimis kalau industri musik Indonesia akan beragam warnanya dan tidak terjebak dalam satu warna, ke-‘latah’-an dan semoga tidak terjebak oleh konsumsi publik semata. Bangsa Indonesia bisa bersatu karena beragam suku, bahasa, dan agama dan menjadi sebuah kesatuan NKRI. Bagaimana dengan musik Indonesia? Mari berdo’a.
Terima kasih.
Salam,
0 komentar:
Posting Komentar