Pages

Subscribe:

Labels

Minggu, 27 Mei 2012

Menjadi Tua, Pasti. Menjadi Dewasa, Pilihan.

Minggu pagi, 09.29 Gue merenung, mencoba mengoreksi apa yang udah Gue lakuin selama 2 bulan terakhir. Perenungan tersebut sampai pada titik 1 pemikiran bagaimana Gue harus berproses menjadi manusia dewasa. Ya, dewasa. Gue muda, 22 tahun, masih banyak yang bisa dikerjain dengan umur yang masih 22 tahun. Masih banyak mimpi-mimpi yang perlu dikejar untuk masa depan, untuk memperbaiki diri. Dan itu semua berawal dari detik ini, saat ini, dan saat Gue menulis kata demi kata menjadi kalimat yang akan terus bertambah entah bermakna atau tidak. Terlambatkah?

09.41 Gue dapet BM (Broadcast Message) dari seorang teman. Dalam BM nya, tertulis kata-kata 'sakti' Tua itu Pasti, Dewasa itu Pilihan. Sebenernya kata-kata 'sakti' tersebut udah gak asing lagi buat Gue pribadi. Mungkin dalam prakteknya Gue belum benar-benar memahami bagaimana menjadi manusia yang dewasa.

Ditulis juga di BMnya sebuah cerita 'Telur dan Tempe Gosong'. Begini ceritanya...

Suatu malam, ibu yang bangun sejak pagi hari, bekerja keras sepanjang hari, membereskan rumah tanpa pembantu, jam tujuh malam ibu selesai menghidangkan makan malam untuk ayah. Sangat sederhana sekali, makan malam yang berupa telur mata sapi, tempe goreng, sambal teri dan nasi. Sayangnya karena saking sibuk mengurusi adik yang merengek, telur dan tempe gorengnya sedikit gosong.

Ibu terlihat panik, tapi tidak bisa berbuat banyak, minyak gorengnya sudah habis. Ibu dan anak2nya pun menunggu dengan tegang bagaimana reaksi ayah yang pulang kerja pasti sudah capek, melihat makan malamnya hanya tempe dan telur gosong.

Luar biasa!! Ayah dengan tenang menikmati dan memakan semua yang disiapkan ibu dengan tersenyum dan bahkan berkata, "Bu, terima kasih ya.." Lalu Ayah terus menanyakan bagaimana kegiatan sekolah kepada anak-anaknya.

Selesai makan, masih di meja makan. Ibu meminta maaf karena telur dan tempe goreng yang gosong. Bagaimana jawaban Ayah?
"Sayang, aku suka tempe dan telur yang gosong."

Sebelum Ayah beranjak untuk tidur, sang anakpun datang menghampiri untuk memberikan ciuman selamat tidur kepada Ayah. Lalu, sang anak bertanya kepada Ayah. "Ayah, Apakah Ayah benar-benar menyukai telur dan tempe yang gosong?" Ayah pun kemudian memeluk anaknya erat dengan kedua lengannya dan berkata.. "Anakku,  Ibu sudah bekerja keras sepanjang hari dan dia benar-benar sudah capek, jadi sepotong telur dan tempe yang gosong tidak akan menyakiti siapapun."

Sang anak pun kemudian mempraktekkan apa yang sudah Ayah ajarkan kepadanya.

"Belajar menerima kesalahan orang lain adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat, bertumbuh dan abadi. Ingatlah emosi tidak pernah menyelesaikan masalah yang ada jadi berpikirlah dengan dewasa. Mengapa sesuatu hal itu bisa terjadi pasti punya alasan tersendiri. Janganlah kita menjadi orang yang egois hanya mau dimengerti tapi tidak mau dimengerti."


Secara pribadi, Gue sangat setuju dengan cerita dan nasehat yang bisa dipetik dari cerita 'Telur dan Tempe Gosong'. Sesuatu hal terjadi pasti karena suatu alasan (something happen for a reason), betul?
Jiwa muda bukan hanya untuk suka-suka tapi bagaiman kita belajar menjadi dewasa. Keseimbangan tidak hanya dalam kata tapi butuh aksi nyata.

Selamat pagi,
Terima kasih,
Salam,

Rizky Muhammad Zein